Pedagang kopi keliling saat ini mayoritas telah menggunakan sepeda sebagai armada utamanya. Walau masih ada juga yang mengandalkan kekuatan otot kaki untuk mengitari konsumen di radius tertentu. Dengan modal sepeda, jangkauannya menjadi lebih luas dan mengurangi rasa letih berjalan kaki. Tetapi, yang paling penting, lebih mudah mengambil jurus ‘gowes seribu’ ketika aparat Satpol PP sedang razia.
Nah, itu dia masalahnya. Starling adalah target yang setiap hari diincar Satpol PP. Kehadiran Starling yang tidak bisa dipungkiri sangat membantu karyawan penikmat kopi, justru dibuat bulan-bulanan oleh aparat. Mereka dianggap melanggar aturan karena berdagang di area jantung Jakarta. Terlebih, Satpol PP kian sangar di bawah komando Ahok, Gubernur DKI yang tak kenal kompromi.
Starling wajar pusing tujuh keliling. Jika sebelumnya bisa meraup 50 gelas kopi dalam sehari, sekarang untuk 20 gelas kopi saja sudah syukur. Cobalah hitung sendiri, kira-kira berapa pendapatan bersih Starling per hari?
Begitulah, demi sejengkal perut, wong cilik yang mencoba mengais rupiah itu pun harus rela bertarung di tengah ketidakpastian. Starling tetap beroperasi meski setiap saat wajib memasang radar 360 derajat, mewanti-wanti kehadiran Satpol PP. Sekali kena tangkap, jangan harap sepeda dan dagangan bisa kembali. Langsung disita tanpa ampun. “Pak Ahok, kenapa sih harus incar rakyat kecil terus?” curhat seorang pedagang Starling.
Belum ada tanggapan untuk "Ketika Pedagang Kopi Keliling Pusing Tujuh Keliling"
Post a Comment