GUDANG BERITA KAUM MARHAEN

Demokrasi Identik Mayoritas: Mungkinkah Ahok Ukir Sejarah?

Sobat marhaen, tema kali ini adalah tentang politik. Anggap saja ini pembahasan politik ala marhaen, yang kadarnya tentu saja jauh di bawah ulasan pengamat ulung maupun politisi senior. Tidak ada niat, karena memang tidak bakal sanggup, untuk menelikung pengetahuan maupun penafsiran sesepuh politik. Oke boss?

Baiklah, mari kita mulai. Judulnya adalah, apakah Ahok mungkin mengukir sejarah di Republik ini? Kita tahu, saat ini Ahok sedang dilanda galau berat terkait pencalonannya kembali sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022. Ingin maju lewat independen atau partai politik? Okelah, Ahok sudah mengikrarkan akan siap maju lewat jalur perseorangan, walaupun tetap berharap akan didukung pula oleh partai politik. Kenapa berharap? Apapun itu, Ahok tetap seorang politisi yang wajar saja berhitung-hitung. Kalau bisa didukung warga sekaligus parpol, kenapa tidak?

Oya, Ahok sebagai pemimpin Jakarta secara nyata dan tegas harus diakui telah menorehkan warna baru. Prestasinya cukup moncer membereskan Ibu Kota dari segala persoalan yang membelit selama ini. Nyali Ahok tidak perlu diragukan lagi. Ia ibarat Superman yang siap bertarung dengan siapa saja. Itu pula sebabnya, popularitasnya terus menjulang dan berharap Ahok bisa kembali memimpin untuk kedua kalinya. Paling tidak, keinginan itu terdengar kencang di banyak survei, media sosial, dan sebagian media massa, yang menempatkan Ahok sebagai jawara tiada lawan.

Dalam kasus Ahok, harus diakui pula bahwa faktor Jokowi-lah yang paling dominan ketika itu, saat pasangan ini maju sebagai calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta. Popularitas Jokowi saat itu, yang bermula dari Mobil Esemka-nya di Solo, memang tidak lagi tertandingi. Sehingga, siapapun yang menjadi pasangannya, dipastikan akan menang mudah melawan pasangan manapun. Kasus Jokowi seperti mengulangi hoki SBY, yang dalam Pilpres 2004 lalu menghempaskan Megawati dan mengulanginya pada Pilpres 2009. SBY terlanjur populer kala itu sehingga sekelas Megawati sekalipun harus rela takluk di tangan rakyat yang merindukan sosok SBY.

Lalu dimana letak ukiran sejarah Ahok? Nah ini dia, yang paling realistis. Ingat ya, realistis bukan pesimistis. Dalam era demokrasi, semua orang tanpa peduli latarbelakangnya, mempunyai hak memilih dan dipilih. Tetapi jangan lupa, demokrasi bukan berarti semata-mata memberikan peluang yang sama kepada setiap orang. Demokrasi tidaklah sesederhana itu. Itu sebabnya, demokrasi selalu identik dengan suara terbanyak. Siapa yang paling banyak massanya, dialah pemenangnya. Tidak peduli apakah massa itu orang kaya, miskin, dan status sosial lainnya.

Demokrasi di satu sisi memang tidak adil, karena berujung pada suara terbanyak tanpa mempertimbangkan seluruh aspek. Itulah satu-satunya kelemahan demokrasi ketimbang sistem politik lainnya.

Coba kita lihat, apakah di daerah Tapanuli Utara dan sekitarnya pernah dipimpin oleh orang di luar suku Batak? Bahkan, kepala daerah di Tapanuli, mayoritas adalah anggota gereja HKBP. Kenapa? Karena mayoritas penduduk di sana memang bernaung di bawah HKBP, sementara sisanya bernaung di bawah denominasi gereja lainnya, serta sebagian kecilnya lagi adalah pemeluk Islam.

Kasus serupa juga terjadi di sejumlah daerah lain seperti di Bali, Sulawesi Utara, Maluku, NTT, Papua, Papua Barat, Kalimantan Tengah, maupun Kalimantan Barat. Dengan kata lain, faktor primordialisme dan simbol-simbol keagamaan tetap akan berhubungan erat dengan demokrasi itu sendiri. Amerika saja butuh ratusan tahun untuk menantikan kehadiran Barack Obama yang berkulit hitam. Berapa orang mantan Presiden Amerika yang beragama Katolik? Bisa dihitung jari, sisanya adalah Protestan. Dari kasus Amerika tersebut, bisa disimpulkan bahwa warga Amerika sendiri yang konon menganut demokrasi paling hebat di dunia, tetap saja mempertimbangkan faktor yang “tidak terlihat”.

Kembali ke Ahok, dengan latar belakang di atas, kira-kira bagaimana peluang Ahok di Pilkada nanti? Jika berbicara kemungkinan, Ahok mempunyai keduanya. Bisa menang mudah atau juga kalah telak. Namanya juga kemungkinan. Semuanya mungkin saja. Akan tetapi, bila memperhatikan kondisi Indonesia yang umur demokrasinya jauh lebih muda ketimbang Amerika, keterpilihan Ahok rasa-rasanya sangat kecil. Sekali lagi, Ahok sebagai gubernur telah berhasil dan memang layak untuk kembali meneruskan kepemimpinannya. Sayangnya, Ahok berada di posisi yang kurang menguntungkan.

Sebaliknya, seandainya Ahok sukses kembali memenangi Pilkada, itulah sejarah pertama yang diukir dalam demokrasi Indonesia. Bahwa masyarakat tak lagi melulu melihat latarbelakang sosial seseorang. Siapapun calon pemimpinnya, kalau dianggap mampu menyejahterakan rakyat, dia akan terpilih tanpa syarat. Kelak, jika Ahok sukses, peluang menuju kursi RI-1 pun ikut terbuka lebar bagi siapapun. Presiden Indonesia selanjutnya mungkin saja berasal dari orang Batak atau Papua. Selama ini? Jawab sendiri ya…

Fakta Marhaen Terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Demokrasi Identik Mayoritas: Mungkinkah Ahok Ukir Sejarah?"

Post a Comment