GUDANG BERITA KAUM MARHAEN

Ahok di Simpang Jalan: Lanjut atau Lengser?

Siapa tak kenal Ahok? Di Indonesia, gubernur paling populer mungkin hanya Ahok. Karena dia Gubernur DKI Jakarta sehingga wajar terkenal? Tidak juga. Gubernur sebelum Ahok, selain Jokowi yang tergolong gubernur paling populer, praktis kurang dikenal banyak orang. Padahal, Jakarta sebagai pusat informasi dan sentrum kehidupan nasional, sudah sewajarnya ikut mengangkat nama besar kepala daerahnya. Tetapi itu sepertinya tidak berbanding lurus dengan gubernur sebelum Jokowi dan Ahok.

Ahok makin terkenal, kali ini ketimbang Jokowi, karena kepemimpinannya yang terkesan radikal. Tabrak sana-tabrak sini. Jurus mabuk ala Ahok sontak membuat kelimpungan banyak pihak terutama mereka yang sebelumnya asyik berbasah-basahan dengan sumber duit. Ketika Ahok datang, satu per satu praktek yang merugikan rakyat dicukur habis. Di internal pemerintahan, Ahok mengobok-obok PNS dengan menerapkan cara kerja perusahaan swasta. Tidak ada lagi cerita PNS berleha-leha, yang waktunya banyak dihabiskan dengan membaca koran atau ngobrol ngalor-ngidul. Semua kerja tanpa kompromi. Melayani warga Jakarta tanpa kecuali.

Di eksternal, Ahok memasang jurus tidak kenal kata negosiasi kepada aturan yang memang seharusnya berlaku. Salah satu yang paling fenomenal adalah penggusuran warga Kampung Pulo, yang letaknya memang berada di bantaran Kali Ciliwung. Lahan itu bukan tempat tinggal tetapi menjadi daerah aliran sungai dari Bogor menuju Jakarta. Kampung Pulo, yang sejak lama diwacanakan akan direlokasi oleh gubernur sebelumnya, kerap mentok menyusul perlawanan warga setempat. Di tangan Ahok, semua dipaksa tunduk dan harus siap direlokasi ke rumah susun yang memang telah disiapkan.

Kampung Pulo hanyalah sebagian kecil kisah Ahok membenahi Jakarta. Masih banyak wilayah yang bernasib serupa seperti Waduk Ria Rio, Bidara Cina, hingga yang terbaru adalah Kalijodo. Dalam waktu setahun ke depan, Ahok juga tak segan-segan membeberkan wilayah mana saja yang akan menjadi target berikutnya. Namun, sejauh ini, sasaran pembersihan Ahok masih berkutat di kawasan yang dikenal banyak dihuni kaum jelata alias marhaen. Mereka yang digusur adalah penduduk yang berpendapatan pas-pasan, yang untuk liburan ke Bali sekalipun, masih jauh di angan-angan. Boro-boro ke Singapura atau jalan-jalan cantik ke Hong Kong.

Sedangkan yang menyangkut dengan kawasan penduduk berkantong tebal, belum pernah dijamah Ahok. Mungkin saja, kawasan elit barangkali terletak di daerah steril yang secara hukum tidak punya celah untuk melakukan penggusuran. Asumsinya harus begitu. Sebab, Ahok agaknya tidak mau bunuh diri secara politik bila harus melakukan ketimpangan kebijakan seperti itu.

Atau setidaknya, Ahok adalah manusia biasa yang sebenarnya mempunyai hati nurani dan nilai-nilai kemanusiaan. Sehingga tidak adil rasanya apabila Ahok hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Ahok bukan tipe politisi yang doyan mencari keuntungan diri sendiri atau kelompoknya.

Akan tetapi, Ahok juga harus sadar, bahwa kebijakannya yang membredel komunitas kaum marhaen, dampaknya cukup signifikan pada Pilkada 2017 nanti. Di atas kertas, survei-survei yang mengunggulkan Ahok sebagai gubernur idaman mayoritas masyarakat Jakarta, belum cukup sebagai acuan untuk mengantarkan Ahok kembali sebagai DKI-1. Lihat, berapa banyak penduduk di Kampung Pulo, Kalijodo, Ria Rio, dan daerah lain yang kenyamanannya diganggu Ahok. Apakah mereka akan dengan senang hati kembali mencoblos kepala daerah yang telah mengusik rantai kehidupan mereka?

Tetapi di sisi lain, warga Jakarta yang merasakan nikmatnya kepemimpinan Ahok juga terbilang banyak. Mereka yang kini dengan mudah mengurus KTP, atau mendapat kucuran dana pendidikan, hampir dipastikan akan merindukan sosok Ahok, hingga kembali mencoblosnya di bilik suara Pilkada. Warga yang sebelumnya teramat sulit mengurus perizinan di Kelurahan atau Kecamatan, kini telah dilayani dengan baik. Tidak ada lagi alasan bahwa Lurah atau Camat sedang tidak di tempat, atau alasan-alasan lain yang dalam hitungan detik bisa terucap dari bibir para PNS.

Ahok yang mencalonkan kembali sebagai Gubernur DKI 2017-2022 nanti, tentu saja sudah punya kalkulasi politik sendiri. Apalagi, sejumlah partai politik kini mulai mengelus-elus pencalonannya meski ia sudah bertekad akan maju lewat jalur perseorangan atau independen. Modal Ahok untuk maju lewat jalur perseorangan juga sudah memadai. Dengan kata lain, keberpihakan partai politik kepada Ahok sebenarnya hanyalah modal tambahan. Bisa diambil atau boleh juga ditolak.

Terakhir, yang menjadi penentu nasib Ahok sebagai DKI 1 adalah warga Jakarta sendiri. Apakah Ahok akan melanjutkan kepemimpinannya atau lengser di tangan para kaum marhaen. Ahok di simpang jalan.

Fakta Marhaen Terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Ahok di Simpang Jalan: Lanjut atau Lengser?"

Post a Comment