"Rawamangun-Cikini paling dua jam,
Cikini-Priok dua jam, Senen ke Grogol hanya satu jam. Senen ke Pulogadung juga
satu jam. Jualannya ke tukang jahit, konveksi, restoran masuk ke dalam. Tapi
bukan gelar, kalau gelar mah nggak dapat duit. Langsung aja ditawarin ke
orang-orang yang lagi makan."
Begitulah sedikit kalimat perkenalan dari
Cecep Asmaja, seorang kakek yang telah berusia 71 tahun. Ia adalah seorang
pedagang keliling lintas kotamadya di pusat pemerintahan Indonesia. Punggungnya
agak membungkuk, jalannya lumayan tertatih, dan kulitnya yang sudah mulai
mengendur.
Sore itu, Jumat (2/11/2018), Kakek Cecep
tanpa ragu bercerita tentang sebagian dari latar belakang kehidupannya di
sebuah toko kepunyaan Ucok 17 yang terletak di Pasar Cikini Ampiun, Jakarta
Pusat, tak jauh dari Stasiun Cikini.
Toko Ucok 17 adalah tempat Kakek Cecep
berbelanja barang dagangannya, seperti tisu, minyak angin, dan sejenisnya.
Namun jadwal kedatangan Kakek Cecep ke toko langganannya itu tak menentu.
Tergantung apakah dagangannya sudah habis atau belum. Bisa sekali seminggu tapi
bisa juga dua kali dalam seminggu. Khusus untuk Kakek Cecep, ada kelonggaran
khusus: barang yang diambil tak perlu bayar di muka alias boleh utang dulu.
Pada kedatangan berikutnya, Kakek Cecep
akan membayarkan seluruh atau sebagian utangnya terlebih dahulu. Ia kemudian
mengambil barang yang baru dan memulai "catatan" baru. Hebatnya,
Kakek Cecep terbilang moncer kalau urusan hitung-menghitung.
Dalam sekejap saja, ia bisa menjumlahkan
harga barang yang ingin dibawanya kembali. Poin lebih lainnya, Kakek Cecep
selalu mengingat jumlah utangnya dengan cermat meski ia tak punya buku catatan
sama sekali.
Jalan Kaki Puluhan Kilo
Usai berbelanja, Kakek Cecep akan kembali memulai ritual jalan kakinya. Rutenya
pun sembarang saja, tergantung ke mana dia suka. Kadang-kadang ke arah Jakarta
Timur, Pusat, Selatan, Utara, maupun Barat. Misalnya, Kakek Cecep mungkin saja
berada di Senen pada pagi hari tetapi sore harinya sudah berkeliling di Grogol.
Kakek Cecep menyusuri jalan sembari melihat peluang pasar di sekelilingnya.
Jika ada warung makan atau keramaian lain, ia akan singgah menawarkan barang
dagangannya. Dari sekian barang dagangan yang dibawa menggunakan kantong kresek
itu, yang paling laris adalah tisu dari berbagai ukuran dan merek.
Di Google Map, jarak antara Senen ke Grogol adalah 9,1 kilometer
yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama 1 jam 52 menit. Jika rute itu
ditempuh Pergi-Pulang (PP), itu berarti Kakek Cecep sudah biasa berjalan kaki
sejauh 18,2 kilometer atau selama 3 jam 44 menit dalam sehari.
Berjalan kaki sejauh itu bukan lagi kelas ringan apalagi untuk ukuran Kakek
Cecep yang sebetulnya sudah tergolong renta. Tetapi ada daya, hanya dengan cara
itu Kakek Cecep bisa menyambung hidup. "Kurang lebih sudah 10 tahunan saya
berjalan kaki. Sudah biasa saja, dinikmati saja," katanya bersyukur.
"Kek, seandainya Pak Jokowi mau kasih sepeda, mau nggak?" saya memancing
reaksinya.
"Nggak mau, buat apa saya sepeda. Yang penting Satpol PP nggak recokin
pedagang saja udah cukup. Mau makan apa nanti kalau pedagang dikerjain
mulu," jawab Kakek Cecep.
"Yakin nolak sepeda dari Pak Jokowi?" sergap saya lagi.
"Kalo bisa jangan sepeda dong, saya maunya motor aja kalo emang mau
ngasih," jawab Kakek Cecep yang bermimpi berdagang keliling dengan mengendarai
sepeda motor. Bukan lagi mengandalkan kakinya yang makin rapuh.
Demikianlah sekilas perjuangan Kakek Cecep demi menyambung hidup di tengah
kerasnya Ibu Kota.
Sila nikmati sedikit video wawancara dengan Kakek Cecep berikut ini:
Belum ada tanggapan untuk "Kuat Jalan Kaki Puluhan Kilo Tiap Hari? Kakek Cecep Sih Udah Biasa"
Post a Comment